Ciri-Ciri Kecerdasan Spiritual

Orang yang cerdas secara spiritual tidak memecahkan persoalan hidup hanya  secara rasional atau emosional saja. Ia menghubungkannya dengan makna  kehidupan secara spiritual yaitu melakukan hubungan dengan pengatur kehidupan. Contoh: Seorang anak diberitahu bahwa orang tuanya tidak akan  sanggup menyekolahkannya ke Jerman, ia tidak putus asa. Ia yakin bahwa  kalau orang itu bersungguh-sungguh dan minta pertolongan kepada Tuhan, ia  akan diberi jalan. Bukankah Tuhan berfirman, “Orang-orang yang  bersungguh-sungguh dijalan  Kami, Kami akan berikan kepadanya jalan-jalan Kami”?

Seorang yang tinggi SQ-nya cenderung menjadi menjadi seorang pemimpin yang penuh pengabdian – yaitu seorang yang bertanggung jawab untuk membawakan visi dan nilai yang lebih tinggi terhadap orang lain, ia dapat memberikan inspirasi terhadap orang lain.

Sejalan dengan Covey yang menerangkan bahwa; Setiap pribadi yang menjadi mandiri, proaktif, berpusat pada prinsip yang benar, digerakkan oleh nilai dan mampu mengaplikasikan dengan integritas, maka ia pun dapat membangun hungungan saling tergantung, kaya, langgeng, dan sangat produktif dengan orang lain.

Mahayana menyebutkan beberapa ciri orang yang mempunyai kecerdasan spritual yang tinggi:

1. Memiliki prinsip dan visi yang kuat

Prinsip adalah kebenaran yang dalam dan mendasar ia sebagai pedoman berperilaku  yang mempunyai nilai yang langgeng dan produktif.  Prinsip manusia secara jelas tidak akan berubah, yang berubah adalah cara kita mengerti dan melihat prinsip tersebut. Semakin banyak kita tahu mengenai prinsip yang benar semakin besar kebebasan pribadi kita untuk bertindak dengan bijaksana.

Paradigma adalah sumber dari semua tingkah laku dan sikap, dengan menempatkan kita pada prinsip yang benar dan mendasar maka kita juga menciptakan peta atau paradigma mendasar mengenai hidup yang benar, dan pada ujung-ujungnya adalah hidup yang efektif.

2. Kesatuan dan keragaman

Seorang dengan spiritualitas yang tinggi mampu melihat ketunggalan dalam keragaman. Ia adalah prinsip yang mendasari SQ, sebagaimana Tony Buzan dan Zohar menjelaskan pada pemaparan yang telah disebutkan diatas. Tony Buzan mengatakan bahwa “kecerdasan spiritual meliputi melihat gambaran yang menyeluruh, ia termotivasi oleh nilai pribadi yang mencangkup usaha menjangkau sesuatu selain kepentingan pribadi demi kepentingan masyarakat”.

3. Memaknai

Makna bersifat substansial, berdimensi spiritual. Makna adalah penentu identitas sesuatu yang paling signifikan. Seorang yang memiliki SQ tinggi akan mampu memaknai atau menemukan makna terdalam dari segala sisi kehidupan, baik karunia Tuhan yang berupa kenikmatan atau ujian dari-Nya, ia juga merupakan manifestasi kasih sayang dari-Nya. Ujiannya hanyalah wahana pendewasaan spiritual manusia.

Mengenai hal ini Covey meneguhkan tentang pemaknaan dan respon kita terhadap hidup. Ia mengatakan ”cobalah untuk mengajukan pertanyaan terhadap diri sendiri: Apa yang dituntut situasi hidup saya saat ini; yang yang harus saya lakukan dalam tanggung jawab saya, tugas-tugas saya saai ini; langkah bijaksana yang akan saya ambil?”. Jika kita hidup dengan menjalani hati nurani kita yang berbisik mengenai jawaban atas pertanyaan kita diatas maka, “ruang antara stimulus dan respon menjadi semakin besardan nurani akan makin terdengar jelas”.

4. Kesulitan dan penderitaan

Pelajaran yang paling berarti dalam kehidupan manusia adalah pada waktu ia sadar bahwa itu adalah bagian penting dari substansi yang akan mengisi dan mendewasakan sehingga ia menjadi lebih matang, kuat, dan lebih siap menjalani kehidupan yang penuh rintangan dan penderitaan. Pelajaran tersebut akan menguhkan pribadinya setelah ia dapat menjalani dan berhasil untuk mendapatkan apa maksud terdalam dari pelajaran tadi. Kesulitan akan mengasah menumbuh kembangkan, hingga pada proses pematangan dimensi spiritual manusia. SQ mampu mentransformasikan kesulitan menjadi suatu medan penyempurnaan dan pendidikan spiritual yang bermakna. SQ yang tinggi mampu memajukan seseorang karena pelajaran dari kesulitan dan kepekaan terhadap hati nuraninya.

Menurut Khavari terdapat tiga bagian yang dapat kita lihat untuk menguji tingkat  kecerdasan spritual seseorang:

  1. Dari sudut pandang spiritual keagamaan (relasi vertikal, hubungan dengan yang Maha Kuasa). Sudut pandang ini akan melihat sejauh manakah tingkat relasi spritual kita dengan Sang Pencipta, Hal ini dapat diukur dari “segi komunikasi dan intensitas spritual individu dengan Tuhannya”. Menifestasinya dapat terlihat dari pada frekwensi do’a, makhluq spritual, kecintaan kepada Tuhan yang bersemayam dalam hati, dan rasa syukur kehadirat-Nya. Khavari lebih menekankan segi ini untuk melakukan pengukuran tingkat kecerdasan spritual, karena ”apabila keharmonisan hubungan dan relasi spritual keagamaan seseorang semakin tinggi maka semakin tinggi pula tingkat kualitas kecerdasan spritualnya”.
  2. Dari sudut pandang relasi sosial-keagamaan. Sudut pandang ini melihat konsekwensi psikologis spritual-keagamaan terhadap sikap sosial yang menekankan segi kebersamaan dan kesejahteraan sosial. Kecerdasan spiritual akan tercermin pada ikatan kekeluargaan antar sesama, peka terhadap kesejahteraan orang lain dan makhluk hidup lain, bersikap dermawan. Perilaku marupakan manifestasi dari keadaan jiwa, maka kecerdasan spritual yang ada dalam diri individu akan termanifestasi dalam perilakunya. Dalam hal ini SQ akan termanifestasi dalam sikap sosial. Jadi kecerdasan ini tidak hanya berurusan dengan ke-Tuhanan atau masalah spiritual, namun akan mempengaruhi pada aspek yang lebih luas terutama hubungan antar manusia.
  3. Dari sudut pandang etika sosial. Sudut pandang ini dapat menggambarkan tingkat etika sosial sebagai manifestasi dari kualitas kecerdasan spiritual. Semakin tinggi tingkat kecerdasan spritualnya semakin tinggi pula etika sosialnya. Hal ini tercermin dari ketaatan seseorang pada etika dan moral, jujur, dapat dipercaya, sopan, toleran, dan anti terhadap kekerasan. Dengan kecerdasan spritual maka individu dapat menghayati arti dari pentingnya sopan santun, toleran, dan beradap dalam hidup. Hal ini menjadi panggilan intrinsik dalam etika sosial, karena sepenuhnya kita sadar bahwa ada makna simbolik kehadiran Tuhan dalam kehidupan sehari-hari yang selalu mengawasi atau melihat kita di dalam diri kita maupun gerak-gerik kita, dimana pun dan kapan pun, apa lagi kaum beragama, inti dari agama adalah moral dan etika.

Demikianlah sedikit uraian tentang ciri-ciri Kecerdasan Spriritual, semoga dapat bermanfaat.

  1. 23 Februari 2010 pukul 17:29

    info yang menarik
    salam kenal

    • 24 Februari 2010 pukul 22:22

      salam kenal juga maz…..terima kasih atas kunjungannya.

  2. Anisah
    1 Juni 2010 pukul 16:06

    maklumat yang sangat berkesan. Saya pasti mempraktikkannya kerana sya mmpunyai jiwa spiritual..terima kasih

  3. Nelly
    20 Agustus 2010 pukul 19:42

    Mas Arya, thanks banget buat posting2 yang sangat informatif dan bermanfaat….keep posting good and useful articles untuk membantu saya memahami manusia dan meningkatkan kecerdasan interpersonal saya dan anak-anak saya…..

    Good Job..!

  4. 23 November 2010 pukul 21:27

    makasih infonya ya… bisa ga ya dilampirkan referensi nya…

  5. 7 Desember 2010 pukul 10:03

    perlunya informasi ini disebarkanluaskan agar menjadi pencerah bagi penduduk negeri ini….tentunya konsep ini perlu dibuat program pelatihan yg aplikatif/melalui cara yang mudah/efisien/gamblang agar masyarakat mampu mengamalkannya…salam

  6. ridwan
    13 Desember 2010 pukul 19:13

    dftar pustaka gag ada….teori gag jls jdiny

  7. 30 Januari 2011 pukul 21:23

    trima kasih infonya, kalo boleh tau referensi dari data2 diatas dari karangan buku siapa, tolong sya minta referensinya n kirim ke email saya ya!! karena ini hampir sama dengan skipsi yang saya kerjakan… atas terkabulnya جزاكم الله خيرا كثيرا

  8. linda
    22 Maret 2011 pukul 12:27

    resensi bukunya dunkkkk

    dari apa ajjj

    makasih

  9. 11 Oktober 2011 pukul 19:10

    terima kasih..
    infonya sangat bermanfaat bagi saya 🙂

  10. husna
    10 Desember 2011 pukul 08:35

    resensi bukunya dunkzz…
    saya mengambil jdul skripsi berkaitan dengan kecerdasan spiritual. mohon bantuan referensinya,,,
    terima kasih,, 🙂

  11. Cak Supri
    17 Januari 2012 pukul 21:14

    Sangat mengesankan! Untuk sekedar menambah wawasan, aku barusan baca buku yang seiring. Judulnya: “Laduni Quotient; Model Kcerdasan Masa Depan”. Cukup apik.

  12. idrismendefa
    23 Mei 2012 pukul 00:06

    Mas Arya, trima kasih infonya.. tapi tolong dong, artikelnya dicantumkan referensi buku, sumbernya darimana (dari koran, majalah, jurnal dsb) dan nama penulis artikelnya. soalnya, ntar kalo dikutip gak bisa dipertanggungjawabkan.. trima kasih

  13. idrismendefa
    23 Mei 2012 pukul 00:15

    Tolong Mas ya.. soalnya mau dijadiin referensi, terutama yang terkait spiritual. trima kasih..

  14. anggun
    31 Agustus 2012 pukul 09:34

    minta refrensi bukunya dong, biar lebih jelas lagi teorinya

  1. 30 Desember 2014 pukul 21:41
  2. 2 Januari 2015 pukul 06:41

Tinggalkan komentar